Ditulis oleh : M. Yogi E. Fadila, Ahmad Affan
Dalam era globalisasi yang ditandai oleh revolusi teknologi informasi dan komunikasi, jaringan media global memainkan peran sentral dalam membentuk persepsi, opini publik, dan struktur kekuasaan global. Informasi dan berita yang dahulu dikendalikan secara lokal atau nasional kini melintasi batas negara dalam hitungan detik, menciptakan lanskap komunikasi yang saling terhubung namun juga sarat dengan ketimpangan dan dominasi. Dalam esai ini penulis menganalisis bagaimana struktur ekonomi dan politik membentuk jaringan media global dalam produksi dan distribusi informasi melalui lensa Model Propaganda yang dikembangkan oleh Edward Herman dan Noam Chomsky. Dengan menggunakan pendekatan ekonomi politik komunikasi global yang dikembangkan oleh Edward A. Comor dan Peter Wilkin, analisis ini mengurai cara kerja media transnasional kontemporer, mengidentifikasi mekanisme propaganda dalam praktik jurnalisme global, serta mengeksplorasi implikasinya terhadap demokrasi, keadilan informasi, dan keamanan manusia di era digital.
Pendekatan Ekonomi Politik Komunikasi Global
Ekonomi politik komunikasi global memberi pemahaman bagaimana struktur ekonomi dan politik global membentuk cara informasi diproduksi, didistribusikan, dan dikonsumsi. Pendekatan ini melihat media bukan sebagai entitas netral, melainkan sebagai bagian integral dari sistem kekuasaan yang lebih luas. Edward A. Comor (1994) menekankan bahwa komunikasi bukanlah sektor yang terpisah dari struktur kekuasaan ekonomi dan politik, tetapi merupakan medan pertarungan antara kekuatan ekonomi, politik, dan ideologis. Dalam karya pentingnya, Comor menerapkan pendekatan Robert Cox dalam ekonomi politik internasional dengan menekankan tiga elemen utama yang saling terkait: kapabilitas material, institusi, dan ide. Ketiga unsur ini membentuk struktur historis yang memungkinkan terbentuknya hegemoni, yaitu dominasi kelas tertentu tidak hanya melalui kekuatan koersif, tetapi juga melalui persetujuan aktif yang dibangun lewat media, budaya, dan pendidikan.
Peter Wilkin (2001) menawarkan dimensi penting melalui integrasi antara ekonomi politik komunikasi dan pendekatan human security. Wilkin mendefinisikan human security sebagai pendekatan yang luas untuk meningkatkan kesejahteraan manusia yang meliputi semua aspek kehidupan manusia. Ia berpendapat bahwa infrastruktur dan konten komunikasi berpengaruh langsung terhadap pemenuhan hak-hak dasar manusia: akses informasi, kebebasan berpendapat, partisipasi politik, dan otonomi individu. Kata Wilkin, ketika industri media dikendalikan oleh oligopoli global yang didorong oleh logika neoliberal, kebutuhan komunikasi masyarakat luas dapat terpinggirkan oleh kepentingan akumulasi modal dan kontrol ideologis.
Model Propaganda dan Lima Filternya
Model Propaganda yang dikembangkan oleh Herman dan Chomsky dalam buku “Manufacturing Consent: The Political Economy of the Mass Media” (1988) memberikan sudut pandang untuk memahami bagaimana media massa beroperasi dalam konteks kapitalisme. Model ini menjelaskan bagaimana propaganda dan bias sistemik berfungsi dalam media massa korporat dan berusaha menjelaskan bagaimana populasi dimanipulasi serta bagaimana persetujuan untuk kebijakan ekonomi, sosial, dan politik “diproduksi” dalam pikiran publik melalui propaganda (Durham & Kellner, 2009).
Model ini membagi lima kelas umum “filter” yang menentukan jenis berita yang disajikan dalam media berita:
- Kepemilikan Media: Filter ini berkaitan dengan orientasi profit dan ukuran industri media massa. Ekspansi pasar bebas menyebabkan industrialisasi pers dan konsolidasi kepemilikan media—melalui merger, akuisisi, dan konglomerasi—telah menciptakan struktur oligopoli informasi yang sangat mempengaruhi keberagaman dan independensi pemberitaan.
- Iklan sebagai Sumber Pendapatan Utama: Iklan sebagai dasar utama keuntungan media massa membuat media bergantung pada pendapatan dari pengiklan, sehingga konten media cenderung mengikuti kepentingan pengiklan dan mengarah pada komersialisasi informasi.
- Ketergantungan pada Sumber: Media bergantung pada data yang disampaikan oleh administrasi, perusahaan, dan “pakar” yang didukung oleh sumber informasi utama dan perwakilan kekuasaan. Ini menyebabkan dominasi perspektif elit dalam pemberitaan media.
- Flak (Reaksi Negatif): “Flak” merujuk pada respons negatif terhadap pernyataan atau program media yang dapat merusak reputasi media. Media akan selalu memperhatikan respons negatif dan cenderung menghindari item berita yang dapat membawa jenis respons negatif.
- Ideologi Dominan: Filter kelima awalnya disebut “anti-komunisme”, namun dalam versi yang dipublikasikan setelah serangan 9/11, Chomsky dan Herman (2009) memperbarui filter kelima ini menjadi “Perang Melawan Teror” dan “kontra-terorisme”, yang mereka nyatakan beroperasi dengan cara yang sama. Pada dasarnya, filter ini merujuk pada ideologi dominan yang menjadi kerangka berpikir dalam pemberitaan media.
Model Propaganda ini menawarkan analisis institusional tentang distribusi propaganda melalui media massa. Sistem komunikasi massa dengan pesan dan simbolnya memiliki fungsi untuk menghibur, menginformasikan, dan menerapkan nilai, keyakinan, dan kode perilaku bagi setiap individu yang akan diintegrasikan ke dalam struktur institusional. Sebelum informasi sebagai pelopor propaganda disebarkan kepada publik, informasi tersebut melalui 5 filter sebagai kurasi serial sebagaimana dijelaskan di atas.
Transformasi Media Global
Baik Comor maupun Wilkin sama-sama mengkritisi bagaimana ideologi neoliberalisme mendorong transformasi industri media menjadi semakin terderegulasi, dikomersialisasi, dan terkonsentrasi. Neoliberalisme, dengan semangat pasar bebas dan minimalisasi peran negara, menciptakan kondisi di mana media tidak lagi dilihat sebagai alat pelayanan publik, tetapi sebagai komoditas yang harus menguntungkan. Wilkin menyebut situasi ini sebagai “idealised brutality,” yakni kekejaman yang dibungkus dengan janji kebebasan dan efisiensi pasar.
Konsolidasi kepemilikan media global telah menciptakan struktur oligopoli informasi yang sangat mempengaruhi keberagaman dan independensi pemberitaan. Kontrol konten, narasi, dan kerangka ideologis tidak lagi hanya berasal dari negara, tetapi juga dari korporasi media transnasional. Di sisi lain, ekspansi teknologi infrastruktur untuk keuntungan pribadi juga memungkinkan organisasi non-pemerintah dan non-profit untuk menjangkau satu sama lain melintasi batas nasional dengan cara yang tidak mungkin dilakukan di bawah monopoli negara dan perusahaan yang menawarkan infrastruktur terbatas.
Transformasi media global juga ditandai dengan kemunculan media transnasional yang dibiayai oleh negara-negara besar untuk tujuan geopolitik. Rusia dan Tiongkok, misalnya, telah berinvestasi besar dalam berita internasional melalui outlet seperti RT dan CGTN (Moore & Colley, 2022). Kedua outlet ini mengadopsi model propaganda internasional yang berbeda. RT beroperasi dengan model “partisan parasite”, yang meniru outlet partisan dalam ekologi media AS, sementara CGTN menggunakan model “surface neutrality”, yang menutupi propaganda pro-Tiongkok dengan kesan superfisial ketidakberpihakan.
Contoh ini menunjukkan bagaimana negara-negara otoriter menggunakan media transnasional sebagai alat propaganda untuk mempengaruhi opini publik global. Dalam era “kontestasi komunikasi global” saat ini, negara-negara berkompetisi untuk mempromosikan perspektif berbeda dalam mengejar tujuan nasional. Kompetisi ini telah menyebabkan banyak negara meningkatkan investasi dalam komunikasi eksternal mereka, dengan negara-negara otoriter memimpin jalan, terutama Rusia dan Tiongkok, tetapi juga Venezuela, Turki, Arab Saudi, Qatar, dan Korea Utara.
Analisis Model Propaganda dalam Media Pemerintah
Kasus RT: Media Propaganda Rusia
RT (sebelumnya Russia Today) merupakan contoh nyata bagaimana media transnasional digunakan sebagai alat propaganda negara. Jika dianalisis menggunakan Model Propaganda, seperti dijelaskan Moore & Colley (2022) kita dapat melihat bagaimana kelima filter beroperasi dalam praktik jurnalistik RT:
- Kepemilikan: RT didanai oleh pemerintah Rusia, yang berarti kontrol editorial dan orientasi pemberitaan sangat dipengaruhi oleh kepentingan geopolitik Rusia. Filter kepemilikan ini memastikan bahwa konten RT sejalan dengan kepentingan rezim yang berkuasa di Rusia.
- Iklan: Meskipun RT memperoleh pendapatan dari iklan, sumber pendanaan utamanya adalah pemerintah Rusia. Hal ini mengurangi ketergantungan RT pada pengiklan komersial, tetapi meningkatkan ketergantungannya pada negara, sehingga semakin memperkuat kontrol politik atas konten berita.
- Sumber: RT sering menampilkan sumber-sumber yang mendukung narasi Rusia dan mempertanyakan narasi Barat. Pemilihan sumber yang selektif ini memungkinkan RT untuk membingkai berita sesuai dengan kepentingan Rusia sambil mempertahankan kesan jurnalisme yang kredibel.
- Flak: RT aktif merespons kritik dari media Barat dengan mengklaim bahwa mereka menyelamatkan audiens dari propaganda Barat. Strategi ini memungkinkan RT untuk memposisikan diri sebagai alternatif kredibel dari media arus utama Barat.
- Ideologi Dominan: RT secara konsisten menantang konsensus Barat dan mendukung narasi pro-Rusia. Dengan mengadopsi pendekatan “partisan parasite”, RT berusaha mendapatkan kredibilitas dengan meniru outlet partisan dalam ekologi media AS. Strategi ini memungkinkan RT untuk mempromosikan agenda Rusia sambil mengklaim mewakili perspektif alternatif yang valid.
Analisis ini menunjukkan bagaimana RT beroperasi sebagai alat propaganda halus yang memanfaatkan kelemahan dalam ekosistem media liberal, dengan mengadopsi bentuk jurnalisme partisan yang sudah dikenal oleh audiens Amerika.
Kasus CGTN: Media Propaganda Tiongkok
Moore & Colley (2022) memberikan contoh lain tentang bagaimana media transnasional digunakan untuk tujuan propaganda, mereka mengambil contoh CGTN:
- Kepemilikan: CGTN dimiliki dan didanai oleh negara Tiongkok, memberikan kontrol langsung atas konten dan orientasi pemberitaan.
- Iklan: Seperti RT, CGTN tidak terlalu bergantung pada pendapatan iklan komersial, sehingga lebih memprioritaskan kepentingan negara Tiongkok daripada kepentingan pengiklan.
- Sumber: CGTN menampilkan berbagai sumber, termasuk pakar internasional, tetapi pemilihan sumber tetap selektif untuk mendukung narasi Tiongkok.
- Flak: CGTN menghadapi kritik dari media Barat dan organisasi hak asasi manusia, tetapi merespons dengan menekankan keseimbangan dan ketidakberpihakan. Strategi ini mencerminkan model “surface neutrality” yang diadopsi CGTN.
- Ideologi Dominan: CGTN berusaha mempromosikan perspektif Tiongkok sambil mempertahankan kesan ketidakberpihakan. Pendekatan “surface neutrality” ini memungkinkan CGTN untuk menutupi propaganda pro-Tiongkok dengan kesan superfisial ketidakberpihakan.
CGTN mencoba menghadirkan diri sebagai alternatif dari hegemoni media Barat, menekankan perspektif Global South dan keseimbangan dalam liputan berita internasional, sambil diam-diam mempromosikan kepentingan geopolitik Tiongkok.
Implikasi terhadap Demokrasi dan Human Security
Tantangan terhadap Ruang Publik Global
Dominasi media global oleh kepentingan korporat dan negara menciptakan tantangan serius bagi ruang publik global. Wilkin (2001) menyoroti bagaimana infrastruktur dan konten komunikasi berpengaruh langsung terhadap pemenuhan hak-hak dasar manusia, termasuk akses informasi, kebebasan berpendapat, dan partisipasi politik. Ketika industri media dikendalikan oleh oligopoli global yang didorong oleh logika neoliberal, kebutuhan komunikasi masyarakat luas dapat terpinggirkan oleh kepentingan akumulasi modal dan kontrol ideologis.
Apa yang disebut Habermas sebagai aparatus yang menyediakan sarana bagi sektor elite masyarakat untuk mengubah potensi demokratisasi ruang publik menjadi semakin relevan dalam konteks media global saat ini (Sytaffel, 2014). Media global tidak lagi berfungsi sebagai forum untuk debat rasional kritis masyarakat, tetapi sebagai alat untuk menanamkan individu dengan nilai, keyakinan, dan kode perilaku yang akan mengintegrasikan mereka ke dalam struktur institusional masyarakat yang lebih luas.
Ketimpangan Akses Informasi dan Implikasinya
Wilkin memperkenalkan human security sebagai lensa analisis untuk menilai struktur komunikasi global dari perspektif kebutuhan manusia. Dalam pendekatan ini, keamanan tidak lagi diukur dari kekuatan militer atau stabilitas negara, melainkan dari kemampuan individu dan komunitas untuk mengakses informasi, mengemukakan pendapat, dan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan politik dan sosial.
Ketimpangan akses terhadap informasi—baik dari sisi infrastruktur maupun representasi dalam media—menjadi bentuk ketidakamanan yang nyata. Apabila narasi yang dominan dalam media global hanya mewakili suara negara-negara kaya dan korporasi besar, maka masyarakat dari negara-negara berkembang, kelompok minoritas, atau komunitas marjinal akan semakin terpinggirkan dari wacana publik global.
Struktur komunikasi global yang tidak merata ini juga berdampak pada legitimasi intervensi kemanusiaan dan peran elite teknis dalam proses politik. Negara-negara kuat dapat menggunakan media global untuk membenarkan intervensi atas nama kemanusiaan, sementara proses politik semakin didominasi oleh elite teknis yang memiliki akses istimewa terhadap informasi dan teknologi komunikasi.
Peran Jurnalisme dalam Mempromosikan Human Security
Dalam konteks ini, jurnalisme memiliki peran penting dalam mempromosikan human security dan kepentingan publik. Namun, ketika jurnalisme beroperasi dalam struktur ekonomi politik yang didorong oleh kepentingan korporat dan negara, kemampuannya untuk memenuhi peran ini menjadi terbatas.
Comor (1994) menunjukkan bahwa media global telah menjadi alat penting dalam proses reproduksi struktur kekuasaan kapitalisme transnasional. Produksi berita oleh media besar tidak dapat dipisahkan dari relasi kekuasaan yang melibatkan kepemilikan korporat, kepentingan negara-negara besar, serta afiliasi politik dan ekonomi global.
Meskipun demikian, masih ada ruang untuk jurnalisme yang mempromosikan human security. Seperti diungkap Galtung (2002), jurnalisme damai (peace journalism) menawarkan alternatif yang menekankan orientasi pada orang biasa, orientasi pada resolusi, orientasi pada kebenaran, dan liputan non-partisan. Pendekatan ini bertentangan dengan jurnalisme perang (war journalism) yang cenderung berorientasi pada elite, berorientasi pada kemenangan, berorientasi pada propaganda, dan liputan partisan.
Penutup
Analisis ekonomi politik jaringan media global menggunakan Model Propaganda Herman dan Chomsky, diperkaya dengan wawasan dari Comor dan Wilkin, menunjukkan bagaimana media massa beroperasi dalam kerangka kekuasaan dan keuntungan. Lima filter dalam Model Propaganda—kepemilikan, iklan, sumber, flak, dan ideologi dominan—memberikan kerangka analisis yang berguna untuk memahami bagaimana media transnasional kontemporer seperti RT, CGTN, dan platform media sosial seperti TikTok berfungsi sebagai alat propaganda dalam persaingan geopolitik global.
Dominasi media global oleh kepentingan korporat dan negara menciptakan tantangan serius bagi ruang publik global dan human security. Ketimpangan akses terhadap informasi—baik dari sisi infrastruktur maupun representasi dalam media—menjadi bentuk ketidakamanan yang nyata, terutama bagi masyarakat dari negara-negara berkembang, kelompok minoritas, atau komunitas marjinal.
Dalam menghadapi tantangan ini, diperlukan pendekatan kritis terhadap media global yang menekankan pentingnya keberagaman kepemilikan media, transparansi pendanaan, diversitas sumber informasi, dan kesadaran akan bias ideologis. Jurnalisme yang mempromosikan human security, seperti jurnalisme damai, dapat menjadi alternatif yang penting dalam lanskap media global yang didominasi oleh kepentingan korporat dan negara.
Pada akhirnya, memahami ekonomi politik jaringan media global adalah langkah penting dalam memberdayakan individu dan komunitas untuk menjadi konsumen media yang kritis dan warga negara global yang terinformasi. Hanya dengan demikian, kita dapat berharap untuk menciptakan ruang publik global yang lebih demokratis dan inklusif di tengah persaingan geopolitik dan dominasi korporat dalam era informasi.